Novel terjemahan kedua yang kubaca tahun ini setelah novel Keajaiban Toko Kelontong Namiya.
Sebelum jauh membahas tentang It Ends With Us yang ditulis oleh Colleen Hoover, perlu kuberi tahu bahwa cerita dalam novel ini bisa menjadi Trigger bagi yang punya trauma perihal kekerasan dalam rumah tangga / dalam hubungan romantis.
Ketika muncul kutipan dialog dari novel ini di salah satu media sosial, membuatku penasaran. Apalagi saat itu aku sedang mencari novel yang bisa membuatku menangis. Hehe. Membaca sekilas dari beberapa kutipan, akhirnya memutuskan untuk coba membaca.
Tokoh utama dalam It Ends With Us bernama Lyly Bloom, dipanggil Lyly. Pada bagian awal ia diceritakan tengah dalam kondisi berkabung setelah sepeninggal ayahnya. Dan pada saat itu ia bertemu dengan seorang laki-laki yang bernama Ryle. Dan ada satu tokoh lagi yang cukup penting yaitu Atlas.
Kehidupan Lyly diceritakan secara maju mundur, masa sekarang ketika ia bertemu dengan Ryle dan masa lampau ketika dia bertemu Atlas.
Lyly memiliki kebiasaan menulis jurnal, tapi cukup unik karena dia menulis dalam format surat yang ditujukan kepada Ellen. Ia memiliki rutinitas menonton acara Ellen DeGeneres, dan menyukainya. Sehingga dalam jurnal yang ditulis seakan dia sedang berbicara pada Ellen melalui surat, meskipun ia tidak pernah benar-benar mengirimkannya. Sedikit cerita, aku juga (dulu) sempat rajin menulis jurnal harian. Setiap buku kuberi nama khusus, tulisanku seakan sedang berbicara pada buku itu. Namun belum pernah aku menulis dengan cara seperti yang dilakukan oleh Lyly, ini cukup unik menurutku karena belum pernah melakukannya.
Pada saat ayahnya meninggal, Lyly diminta untuk memberi eulogi (ucapan atau tulisan yang memuji atau menghormati seseorang, terutama yang sudah meninggal dunia) namun ia hanya diam saja karena tidak ada hal baik tentang ayahnya yang bisa ia sampaikan.
Mengapa demikian? Karena ayah Lyly melakukan kekerasan pada ibunya. Meski setiap selesai melakukannya, ayah Lyly berusaha menebus kesalahannya dengan memperlakukan ibu Lyly dengan baik pada hari-hari berikutnya seperti memberi hadiah / mengajak jalan-jalan. Tapi hal itu tetap membuat Lyly membenci ayahnya karena terus berulang dilakukan sampai menjadi terbiasa.
Beberapa review yang kubaca (sebelum memutuskan untuk benar-benar membaca novel ini) mengatakan bahwa di dalamnya terdapat banyak trigger warning perihal abusive relationship, marital rape, dan sedikit ada bumbu stalker. Tapi aku semakin penasaran karena cukup sering diperbincangkan di twitter.
Sosok laki-laki yang dominan punya kecenderungan memaksakan keinginan pada orang yang disukai, terobsesi, dan melakukan apa saja untuk bisa mendapatkan perempuan yang disukainya, dulu memang terlihat so sweet dan "penuh perjuangan". Ya karena dari buku dan film / series yang kubaca dan kutonton digambarkan bahwa laki-laki itu tampan. Tapi, setelah cukup mengerti tentang hal yang tidak seharusnya dilakukan dalam sebuah hubungan. Aku jadi mengerti bahwa perlakuan yang diromantisasi tersebut sebenarnya adalah bibit dari toxic relationship.
Novel yang awalnya kukira hanya akan menyajikan kisah percintaan yang dialami Lyly, ternyata lebih dari itu. Banyak dari kita ketika melihat tanda-tanda bahaya (red flag) yang ada pada seseorang jika kita tetap menjalin hubungan dengan tersebut, beranggapan akan lebih baik langsung ditinggalkan saja. Tapi bagaimana jika kita benar-benar dalam kondisi itu? Ternyata sama sekali tidak semudah itu mengakhirinya. Tokoh Lyly menurutku berhasil menyampaikan pesan penting ini.
Lyly tidak mengerti kenapa ibunya mau bertahan bertahun-tahun dengan ayahnya meski sudah mendapat perlakuan buruk. Akhirnya ia bisa mengerti apa yang dirasakan ibunya setelah ia sendiri mengalaminya. Pergolakan batin antara rasa cinta dan prinsip yang sudah sejak lama ia tanamkan jika hal yang dialami ibunya sama terjadi dalam hidupnya.
Bagi yang tidak pernah berada dalam kondisi ini, memang dengan mudah berkata "akhiri / tinggalkan saja". Tapi akan menjadi hal yang berbeda jika kita sudah melewati banyak hal menyenangkan dan ia juga merupakan sosok idaman kita.
Narasi yang disampaikan Lyly untuk menggambarkan situasinya seperti ini :
"Saat kita berada di luar, mudah untuk percaya kita akan langsung pergi tanpa perlu pikir panjang Jika seseorang menganiaya kita. Mudah untuk berkata kita tidak bisa terus mencintai seseorang yang menganiaya kita jika bukan kita yang merasakan cinta orang tersebut.
Saat kau sendiri yang mengalaminya, tidak terlalu mudah untuk membenci orang yang menganiayamu jika di sisi lain Dan pada sebagian besar waktu mereka adalah sosok idamanmu."
Novel ini ingin memberitahu para pembacanya apa saja pergolakan batin yang dialami orang-orang yang berada dalam toxic relationship, dan juga alasan kenapa mereka banyak yang tetap bertahan / sulit untuk mengakhirinya. Tujuannya bukan untuk menormalisasi, tapi untuk membuka hati dan fikiran para pembacanya bahwa kondisi semacam ini memang nyata dan cukup sulit dilewati.
Sekali lagi, tokoh Lyly sukses menggambarkan fase menghakimi kondisi ibunya yang tetap bertahan dalam toxic relationship, sampai dia sendiri yang mengalaminya dan melewati fase kebimbangan, dan bagaimana akhirnya ia mengambil sebuah keputusan sebagai jalan keluar. Dan bagusnya lagi, komunikasi antar Lyly dengan pasangannya ini berlangsung dengan sangat baik.
Sebelum mengakhiri review, aku ingin menyampaikan dialog dari ibu Lyly saat mengetahui anaknya dalam kondisi yang sama dengannya dulu:
"Kita semua punya batas, apa yang bersedia kita terima sebelum kita hancur. Sebelum menikah dengan ayahmu, aku tahu persis apa batasku. Tapi perlahan...dengan setiap kejadian...batasku terdorong sedikit lebih jauh. Dan sedikit lebih jauh lagi. Saat pertama kali ayahmu memukulku, dia langsung menyesal. Dia bersumpah itu tidak akan pernah terjadi lagi. Saat kedua kalinya dia memukulku, dia lebih menyesal lagi. Saat ketiga kalinya itu terjadi, itu lebih dari sekedar pukulan. Itu hajaran bertubi-tubi. Dan setiap itu terjadi, aku menerimanya kembali. Tapi saat keempat kalinya, Itu hanya tamparan. Dan saat itu terjadi, aku merasa lega, aku ingat berpikir begini "paling tidak kali ini dia tidak memukuliku, ini tidak terlalu buruk."
"Setiap insiden mematahkan sedikit batasanmu. Setiap kali kau memutuskan untuk tetap bertahan, itu membuatmu semakin berat untuk pergi. Lama kelamaan kau kehilangan seluruh batasanmu, karena kau mulai berpikir "aku sudah bertahan selama lima tahun sekarang. Apa sulitnya lima tahun lagi?"
Nangis dan merasa pilu sekali pas membaca bagian ini. T.T
Ibunya juga menegaskan supaya Lyly tidak menjadi seperti dirinya. Laki-laki itu memang sungguh-sungguh mencintainya, tapi ia melakukannya dengan cara yang tidak benar.
"Dan bahwa dia tidak mencintaimu dengan cara yang pantas kau dapatkan."
Bacanya udah dari bulan februari, pas nulis review ini jadi kerasa lagi kesedihannya. T.T
Kusudahi review novel It Ends With Us ini ya kawan. Buat kalian yang mungkin sedang dalam toxic relationship, atau yang sudah berhasil melewatinya. Peluk jauh untuk kalian semuaaaaaa...
Overall novelnya bagus, bahasa terjemahnya juga mudah difahami, pesan dan emosi yang ingin disampaikan benar-benar berhasil padaku. Huhuhu.
Sampai jumpa di review novel selanjutnya ya teman-teman.💜
Terima kasih banyak sudah berkenan membaca tulisanku.
Komentar
Posting Komentar