Laut Bercerita ( review novel )



"Matilah engkau mati
Kau akan lahir berkali-kali"
Kalimat ini yang menjadi ciri khas dari novel Laut Bercerita. 

Sama halnya dengan novel Almond yang sempat aku review sebelumnya, novel Laut Bercerita juga kubaca dengan alasan yang sama. Rekomendasi dari akun literasi di twitter. Awalnya sempat mengira bahwa novel ini adalah novel fantasi yang berlatar lautan. 
Ternyata salah besar. Tanpa mencari lebih jauh tentang Laut Bercerita, aku memutuskan untuk membaca novel ini.

Biru Laut Wibisono, nama tokoh utama dalam novel ini. Diambil dari sudut pandang laut dalam menceritakan perjalanan hidupnya, maka ini cukup menjelaskan tentang judul "Laut Bercerita". 

Laut adalah mahasiswa sastra inggris di UGM, ia bergabung dalam kelompok diskusi Wirasena yang merupakan tempat ia terbentuk sebagai aktifis pada masa orde baru, bersama dengan Kinan, Bram, Alex, Sunu, Daniel, Gusti, Naratama, Julius, Bram Dll. 
Tepatnya di Seyegan, tempat yang mereka jadikan markas persembunyian berdiskusi menyuarakan pemikiran mereka dan terkadang mereka juga membahas buku-buku karya Pramoedya Ananta Toer yang kala itu merupakan hal yang dilarang.
Di sanalah ia bertemu dengan Anjani, sang kekasih hatinya. 
Selain berdiskusi, mereka juga melakukan berbagai aksi dan pendampingan. Namun, kerap gagal karena terdeteksi oleh aparat. Bahkan untuk acara seminar membahas lebih jauh / evaluasi beberapa aksi mereka yang gagal pun, aparat bisa mengetahuinya. Kemudian mereka menduga-duga siapa pengkhianat dalam organisasi itu. 
Bram, salah satu tokoh yang cukup berpengaruh dalam organsiasi berkata "aku hanya ingin kau paham, orang yang suatu hari berhianat pada kita biasanya adalah orang yang tidak terduga, yang kau kira adalah orang yang mustahil melukai punggungmu".

Belum terpecahkan siapa sang penghianat tersebut, lebih dahulu mereka mulai menghilang satu persatu. Tepatnya  sekitar tahun 1998. Laut mulai menghindari kontak dengan keluarganya demi menjaga keselamatan mereka. Dalam proses pelariannya, Asmara membantu kakaknya menyelesaikan skripsinya. 

Novel ini diambil dari dua sudut pandang cerita. Dengan alur mundur Laut menceritakan awal kisahnya terjun dalam organisasi, ia sebagai sahabat, kekasih, anak, dan kakak dari Asmara, ia juga menceritakan rentetan siksaan yang dialami dalam tahanan.
Untuk kemudian dilanjutkan cerita dari sudut pandang Asmara. Asmara bercerita kondisi setelah menghilangnya Laut dan teman-teman seperjuangannya. Para keluarga yang penuh tanda tanya akan keberadaan mereka yang hilang. Ayah dan ibu Asmara yang berpura-pura masih ada Laut di antara mereka, sebagai wujud betapa mereka belum mampu menerima kenyataan. Masa-masa ini sangat memilukan ketika dibaca. Masa penuh ketidakpastian bagi mereka yang menunggu kabar. Sampai mereka mulai melakukan aksi kamisan.

"Yang paling sulit adalah menghadapi ketidakpastian, kami tidak merasa pasti tentang lokasi kami, kami tidak pasti akan bisa bertemu dengan orangtua, kawan, dan keluarga kami, juga matahari. Kami tak pasti akan dilepas / dibunuh dan kami tak tahu secara pasti apa yang sebetulnya mereka inginkan selain meneror dan membuat jiwa kami hancur." Alex, salah satu wirasena yang tertangkap mengungkapkan apa yang ia rasakan.

Bagi yang suka novel tentang sejarah, pasti suka dengan novel dengan 375 halaman ini. Meski ini novel fiksi, tapi karema berlatar dari kejadian nyata rasanya lebih real waktu dibaca. Sebenarnya banyak juga kejadian menyenangkan yang diceritakan dalam novel ini, seperti gambaran keluarga Laut yang harmonis, atmosfer persahabatan dalam organisasi, serta kisah cinta di antara mereka.

Sebenarnya aku tidak terlalu suka sejarah, tapi cukup oke dengan novel ini. Memang bagus. Aku rekomendasikan untuk teman-teman yang suka novel sejarah.

Cukup sekian yang bisa aku review. Banyak sekali yang tidak aku sampaikan di tulisan ini karena menjaga supaya tidak terlalu banyak spoiler, aku ceritakan garis besar ceritanya saja.

Terima kasih sudah berkenan membaca.
Sampai jumpa di review novel selanjutnya.💜




Komentar